Langsung ke konten utama

Berapapun pangkat nol = 1 (Sebuah Renungan)


Berapapun pangkat nol = 1
(Sebuah Renungan)

"Mari masuk" ajak seorang kawan yang matanya sendu sembap
Perlahan namun pasti satu persatu dari kami mulai memasuki ruangan yang terasa dingin. Tak sehangat kemarin. Dinding-dinding di ruangan itu tak bersuara namun terasa seolah ikut merasa kehilangan.

19 tahun lalu, di ruangan yang sama dua kaki kecil mencoba menjejak di lantai. Senyum seorang wanita seketika terbentuk. Gelak tawa kemudian terdengar saat dua kaki kecil tadi melayang disusul hentakan pantat kecil di lantai. Bukan tangisan yang kemudian terdengar, namun gelak tawa yang membuat orang-orang di sekitar ikut merasa kebahagiaan. Jatuh, namun bahagia. Jatuh, namun tak kecewa. Aaah indahnya masa itu.

Kini, kehangatan ini kian memudar, apalagi saat dua kaki kecil tadi semakin sibuk dengan dunianya yang ternyata jauh lebih menarik. Kaki tersebut hanya melewati ruangan di malam hari, dan hanya lewat kembali di pagi hari. Tangan kanan dan kedua mata tak pernah lepas dari genggaman handphone saat melewati ruangan itu. Gelak tawa tak lagi terdengar. Jangankan gelak tawa, basa-basi pun sepertinya tak ada. Hingga suatu hari pemandangan yang terjadi di ruangan yang sama adalah sesosok wanita tangguh mendadak terbaring lemah dan memucat. Lantunan ayat suci serta dzikir bersautan dikumandangkan, namun sayang mata yang berusaha untuk membuka akhirnya rela untuk mulai terpejam. rintihan tangis mendadak bersautan. Dinding di ruangan itu menjadi saksi bergantinya tawa menjadi tangis di penghujung senja.

Kami mulai disuguhi berbagai hidangan yang sepertinya tak ada satupun yang menarik bagi kami. Kami ikut merasakan kesedihan itu. Kami hanya bisa diam, hingga tiba-tiba seorang guru membuka obrolan dengan rumus matematika yang tak kumengerti dan sebenarnya tak ingin aku mengerti. 

Berapapun dipangkatkan nol hasilnya adalah satu

mari kita maknai rumus ini lebih dalam tambahnya. "Siapapun kita, bagaimanapun kondisi kita, setinggi apapun pangkat kita, sebanyak apapun harta kita, kalau kita dibandingkan dengan yang pangkatnya maha sempurna (Allah S.W.T) hasilnya akan sama yaitu satu. Semua dari kita sama dimata Allah, dan bagaimanapun kita pasti akan kembali pada Allah"

"Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati" (QS. Ali Imran : 185)

Sebelum kematian itu menghampiri, jangan berusaha dan berharap untuk menjadi duri, meskipun kecil tapi dapat menimbulkan luka. Tapi berusaha dan berharaplah untuk bisa menjadi pelangi, meskipun sekejap namun meninggalkan kenangan yang indah. -Eli-

Mari sama-sama belajar :)

Komentar

  1. Suka sekali dengan artikel ini. Mengingatkan kita untuk selalu bersyukur dengan apa yang sudah kita dapatkan!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah makasih mas sudah menyukai artikel ini. iyaa betul mas #maribersyukur :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertahan dan Ber Tuhan (Sebuah kisah)

Bertahan dan Ber Tuhan        Riuh terdengar begitu pintu masuk pendopo yang besar itu sedikit memberikan cahaya. Orang-orang mulai menyeruak berhamburan masuk. Tepat di sebelah pintu besar itu ada sebuah booth yang tertera sebuah nama “ Paragon Technology and Innovation ” terlihat sangat megah dan menawan. Aku berminat untuk ikut serta karena yang ada dibenakku saat itu : yang paling rame pasti yang paling bagus. Kau pasti bisa menebak situasi ini! Ya, Job Fair! Antrian begitu panjang namun semua tetap sabar menunggu giliran. Ada sebuah layar besar yang seolah menarik kami untuk mulai mengisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan. Selesai membagikan data pribadi, aku dan temanku mendapatkan hadiah. Bahagia saat itu karena kita yang membutuhkan pekerjaan, tapi kita yang diberi hadiah. Setelah mencoba mendaftar ke beberapa perusahaan lainnya, t ibalah giliranku untuk mendengarkan presentasi yang awalnya tak membuatku benar-benar terpan...

SEE YOU ON TOP!

* gambar hanya ilustrasi SEE YOU ON TOP! Potret dirimu didepan pintu itu masih tergambar jelas dalam benakku. Menoleh pada kami pun kamu tak lakukan. Yaah emang engkau tipe orang yang tak berani menatap lawan jenis. Tak apa, kami sangat menghargai itu. Ada satu kalimat yang membuat hatiku bergetar sebelum engkau pergi. “See you on top” bisikmu perlahan sebelum engkau langkahkan kakimu menuju pintu besi itu. Aku tak tau apakah temanku yang lain menyadari itu juga atau tidak. Namun aku yakin kata-kata itu sengaja dia tujukan padaku. Kalimat tidak spesifik itu menyebabkan multitafsir terutama bagi diriku. Apakah ini artinya perpisahan yang berarti tidak mungkin kembali bersama, atau awal dari perjumpaan di kemudian hari yang berarti ada makna tunggu aku nanti. Aaah pikiranku mulai menerawang kemana-mana. Tapi sepertinya aku berlebihan. Mungkin dia tidak bermaksud apa-apa. Hanya perpisahan biasa, sama seperti ucapan sukses selalu, jaga diri, jaga kesehatan, hati-hati...

A.Md (Aku Mau Do'a)

A.Md (Aku Mau Do’a) Yaap sama seperti judulnya. Aku hanya mau do’a. Do’a dari orang-orang terkasih, dan aku pun berdo’a yang terbaik untuk orang-orang di sekitarku agar mereka selalu mendapat perlindungan Allah dimanapun mereka berada. Apakah kamu salah satunya? Aku rasa Iya.. dimanapun kamu berada sekarang, disamping siapapun kamu hari ini, aku selalu berdo’a agar kamu dan orang disekitarmu selalu dimudahkan segala urusannya termasuk puasanya. Do’a… ya do’a orang tua merupakan resep ampuh kelancaran dari segala yang terjadi di kehidupan kita kemarin, hari ini, maupun esok. Tanpa do’a restunya hidupmu akan terasa hampa. Kesuksesan yang kamu raih rasanya tak ada gunanya. Kali ini aku mau bercerita tentang betapa berartinya do’a orang tua terhadap kelancaran masa kuliahku kemarin. Tanpa do’anya mustahil aku bisa lulus. Tanpa do’anya mustahil aku bisa mengenakan toga itu. Berfoto dengan seorang kawan hebat yang tak akan pernah aku lupa. Pada hari toga ini dik...