SEE
YOU ON TOP! #2
Catatan
harianku dulu ternyata sangat membantu membuatku semakin kesulitan
untuk menghentikan bayangan-bayangan semu tentang sosok yang entahlah
kini baik-baik disana atau tidak. Kulihat lagi catatan-catatan yang
terkadang membuatku tersipu, ragu, sendu, bahagia, juga rindu.
Halaman paling awal dari buku catatan itu aku ingat betul adalah
tentang dirimu. Ya, awal mula kita bertemu. Entahlah kau masih
mengingatnya atau tidak. Tapi hari itu kutemui kau yang sedang
membaca sendiri di seberang tempat ku berdiri. Kereta yang melaju
begitu cepat didepanmu sampai membalikkan halaman yang kau baca.
“Perhatikan celah peron, hati-hati melangkah” seperti biasa
kalimat itu yang terdengar setiap ada pintu yang terbuka biasanya
disertai dengan tatapan-tatapan menohok pada orang-orang yang baru
melangkah masuk. Apalagi ketika kereta sedang penuh-penuhnya.
Berbagai taraf keharuman mulai dari level tertinggi hingga yaaah bisa
kau bayangkan sendiri wanginya bagaimana bercampur menjadi satu.
Diantara desakan orang-orang itu tak kusangka kau ajakku berkenalan.
Tak kusangka pula sosok itu yang kini menjadi teman sepermainanku
selama kurang lebih 8 tahun lamanya.
Semakin
dewasa kau makin berubah. Makin banyak ilmu agama yang kau pelajari.
Intensitas keberanian untuk melakukan kontak mata semakin berkurang
hingga ada pada level tidak berani. Tak pernah lagi kau bercerita
padaku tentang sosok cewe hits di sekolah. Tak pernah lagi kau berani
berfoto bersama lagi. Hingga foto inilah mungkin yang terakhir kali
kita abadikan sebelum kau benar-benar melangkah hijrah. Cita-citamu
mulia, kau ingin menjadi seseorang yang menuntut ilmu agama di negeri
sebrang sana, kau ingin belajar Al-Qur’an lebih dalam lagi dan
kembali ke tanah air serta mengamalkan apa yang sudah dipelajari.
Sedangkan
aku? Kujalani kehidupan seperti biasanya. Mengalir saja seperti air.
Prinsipku yang penting jujur, jujur pada orang lain dan jujur pada
diri sendiri. Aku ingat pesan Ayahku: Kamu boleh bohong tapi jangan
sampai bohong pada dirimu sendiri. Ketika kamu bohong pada dirimu
sendiri kamu akan sangat mudah berbohong pada orang lain, dan ketika
kamu berbohong pada orang lain otomatis kamu sedang membohongi dirimu
sendiri. Klise memang, tapi coba kau resapi lagi.
Asyik
sekali aku membaca kembali catatan kecil penghibur hati. Tak lama
teleponku berdering. Nomor tak kukenal. Awalnya tak mau ku angkat.
Karena seperti biasanya. Ada orang iseng menelpon pura-pura ingin
endorse namun ternyata penipuan. Dering telpon pertama tak ku
hiraukan. Namun pada dering telpon kedua kubaru sadar. “Ini bukan
kode telepon indonesia” sautkku dalam hati mencoba mengingat-ingat
kembali. “Iya ini bukan nomor Indonesia, jangan jangan...” Tanpa
pikir panjang ku angkat telepon itu dan ternyata benar dugaankku, itu
adalah telepon dari tanteku yang kini tinggal di Australia mengikuti
suaminya. Sudah lama tante tak menelpon. Segera kupanggil Ibu agar
bisa ikut menelpon bersama. Ia pasti rindu karena lama tak bertemu.
Tak lama suara bel berbunyi. Kulangkahkan kakiku menuju pintu dan
terkejutnya aku saat itu… Aku benar-benar tidak menyangka, dengan
mata masih terbelalak “ Kamu? Ternyata masih ingat jalan ke
rumahku?”,“ iya, aku masih ingat”, ku masih geleng-geleng
kepala seraya memastikan kalau aku tidak bermimpi. Inah yaa Inah
sahabatku saat di SD yang kemudian pindah sekolah dan membuatku
benar-benar merasa kehilangan akhirnya. Namanya sakinah, tapi aku
senang memanggilnya inah, dan dia tidak keberatan. Walaupun
teman-teman yang lain memanggilanya Saki. “Euleuh eleuh inah meni
awis tepang, asa meni geulis ayeuna mah” inah tersipu “ah bisa
wae, sanes didinya ayeuna mah anu beuki geulis teh da ceuk saur mah
ayeuna teh janten selebgram cenah” sambil menepuk halus pundak inah
ku jawab “ah henteu nah”. Kami terus berbagi cerita dan rumpi
seperti biasanya. Walaupun lama sekali kita tidak bertemu namun tak
ada rasa canggung sedikitpun aku bersama inah. Setelah mengobrol
kesana kemari tiba-tiba inah memberiku sepucuk surat seraya berkata
“ieu aya titipan serat, moal dipasihan terang tisaha, sok weh aos
nyalira”. Tak lama setelah menyerahkan surat, Inah pamit pulang.
Rasa penasaranku semakin memuncak setelah inah meninggalkan rumahku.
Kubuka surat itu dan kubaca perlahan namun pasti sampai pada kata
terakhir “Terimakasih”. Tak terasa sudut mataku mulai memanas dan
memunculkan butiran butiran air yang kemudian meluncur membasahi
pipi. “Andai” batinku.
Penasaran
dengan isi suratnya? See you on “See you on Top! #3” :)
Komentar
Posting Komentar